Talendu’ Opa (silahkan mampir)
Banyak kalangan remaja saat ini sudah tidak kenal dengan
budaya daerahnya sendiri, mereka lebih banyak meniru budaya luar daripada
budayanya sendiri. Padahal budaya dalam daerah justru lebih menarik, dapat
menambah wawasan bahkan bisa menjadi sumber pendapatan daerah atau negara
sekalipun. Khususnya di kabupaten Tana
Toraja ini. Nah, kali ini kita akan membahas sedikit dari budaya yang ada di
daerah kita ini.
Pertama, kita akan berkenalan dengan daerah ini, kabupaten
Tana Toraja merupakan kabupaten yang letaknya berada di provinsi Sulawesi Selatan,
± 360 km dari kota Makassar. Letak astronomisnya berada pada 119°-120°
BT dan 20°-30° LS, dengan ketinggian antara 300-2.880 meter di atas permukaan
laut.
Nama Toraja mulanya diberikan oleh orang-orang dari Luwu dan
Bugis Sidendreng. Orang Luwu menyebutnya “To Riajang” yang artinya orang yang
berdiam di sebelah barat sedangkan orang Sidendreng menamakan daerah ini dengan
sebutan “To Riaja” yang mempunyai arti orang yang berdiam di negeri atas atau
pegunungan. Adapula versi lain yang menyebutnya “Toraya” yang berasal dari kata
“To”yang berarti Tau (orang), “Raya” yang berasal dari kata “Maraya” (besar)
yang artinya orang-orang besar atau bangsawan. Lama kelamaan penyebutannya
menjadi “Toraja” dan kata “Tana” yang berarti negeri, sehingga sampai saat ini
dikenal dengan sebutan ‘Tana Toraja”.
Mayoritas penduduk di daerah ini menganut agama Kristen
Protestan (60 %), Katolik (30%), Islam (8%),dan Aluk Todolo (2%). Ada yang
bekerja sebagai petani, peternak, pegawai negeri ataupun swasta. Sebagian besar
penduduk Toraja dalam kehidupan sehari-hari menggunakan bahasa Toraja (Sa’dan )
sebagai bahasa yang paling dominan dalam percakapan antar warga masyarakat
setempat, tetapi dalam perkembangannya saat ini bahasa Indonesia digunakan
masyarakat Toraja sebagai bahasa
pengantar dalam pergaulan. Bahasa Toraja(Sa’dan) bahkan menjadi salah satu mata
pelajaran muatan lokal yang di ajarkan di sekolah-sekolah dasar.
Selain
Tongkonan adapula Alang Sura’ atau dalam bahasa Indonesia disebut lumbung padi.
Alang Sura’ merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Tongkonan. Tongkonan
dan Alang Sura’ di buat saling berhadapan (rumah Tongkonan menghadap ke utara
dan Alang Sura’ menghadap ke selatan). Fungsi dari Alang Sura’ tidak lain ialah
untuk menyimpan padi atau barang-barang warisan keluarga. Bagian bawah Alang
mempunyai lantai yang digunakan sebagai tempat duduk dan dapat pula dijadikan
tempat tinggal pada waktu ada upacara yang sedang berlangsung di Tongkonan
tersebut.
Adapun ornamen Alang hampir sama dengan Tongkonan, yaitu
diberi ragam hias ukiran pola khas Toraja dengan menggunakan tiga warna dari
tanah liat yaitu merah,putih dan kuning serta warna hitam dari asap api yang
melekat pada belangan dan di campur dengan panopi (kulit kayu) sebagai zat
pelekat.
Upacara adat di Tana Toraja pun adalah upacara adat yang
paling menarik dan unik, upacara Rambu Tuka’ dan upacara Rambu Solo’. Upacara
Rambu Tuka’ atau upacara Rampe Matallo yang berasal dari kata Rambu atau asap,
Tuka’ atau naik, Rampe atau bagian sebelah, Matallo atau timur. Upacara ini
adalah upacara yang tergolong upacara sukacita atau syukuran atas segala berkat
Tuhan (Puang Matua). Jenis-jenis upacara adat Rambu Tuka’ antara lain:
Yang pertama, upacara Mangrara Banua atau upacara
pentahbisan rumah. Dalam upacara pentahbisan Tongkonan ini digunakan tiga macam
darah hewan seperti kerbau, babi, dan ayam yang biasa disebut Mangrar Banua di
Tallu Rarai. Mangrara Banua ada yang berlangsung tiga hari berturut-turut
adapula yang hanya dalam satu hari. Kedua, upacara Merok yang merupakan upacara
sakral sebagai kelengkapan dari upacara Mangrara Tongkonan. Di upacara ini di
korbankan satu ekor kerbau tanpa cacat sanglego/sangpala serta ratusan ekor
babi besar. Ketiga, upacara Ma’bua merupakan upacara Rambu Tuka’ yang paling menarik dan paling besar. Diadakan
sebagai syukuran besar dari satu keluarga karena telah dimampuhkan untuk
melaksanakan jenis-jenis upacara baik Rambu Tuka’ maupun Rambu Solo’ yang
lengkap. Keempat, Alukna Rampanan Kapa’, Sangka’na Passulean Allo atau upacara
Perkawinan Adat. Kegiatan ini dimulai dengan peminangan, pembicaraan/penentuan
ikatan hukum (dikapa’i) sampai ke pelaksanaan perkawinan. Dalam upacara ini
dikorbankan beberapa hewan terutama babi. Kelima, Ma’bugi’ atau upacara syukur
atas hasil panen yang berlimpah. Upacara ini diadakan sesudah terjadi wabah
penyakit agar tidak terulang lagi. Keenam, Maro yang diadakan untuk
menyembuhkan orang sakit yang di ganggu oleh roh halus dengan bantuan dukun dan
kerumunan massal yang menari.
Setelah kegiatan-kegiatan tersebut selesai dilakukan, maka
tibalah hari pemakaman yang disebut “Mewawa” dalam bahasa Toraja. Jenis tempat
pemakaman (liang) di Toraja terdiri dari beberapa tipe yaitu, Liang Lo’ko’
(kuburan yang berupa gua alam), Liang Erong (kuburan dari batang kayu yang
dipahat), Liang Pa’ (kuburan yang dipahat pada permukaan gunung batu terjal),
dan Liang Patane/Banua tang Merambu (kuburan modern yang berbentuk rumah yang
di bangun menggunakan semen dan beton).Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal
di desa sampai upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan
perjalan ke “Puya” (dunia arwah atau akhirat).
Dalam
upacara Rambu Solo’ juga biasanya dapat kita temui “Tau-tau” atau patung orang
mati yang di buat dari kayu nangka yang baik yang sudah berumur puluhan tahun
yang di buat menyerupai roman muka orang yang meninggal tersebut. Tau-tau ini
dibawa serta ke liang dan di tempatkan di atas balkon.
Upacara
Ma’nene’ masih termasuk upacara Rambu Solo’ yang dilaksanakan setiap lima tahun
sekali dan merupakan upacara perkunjungan ke liang(kuburan) membawa korban
hewan sembelihan serta mengganti pakaian jenazah serta pakaian Tau-tau.
Tujuannya sebagai penghormatan yang tidak putus kepada para leluhur. Dalam
upacara Rambu Tuka’ dan Rambu Solo’ tidak lupa pula disajikan makanan
tradisional yaitu ‘Pa’piong” yang berupa daging yang dimasak dalam bambu yang
dicampur dengan “Bulunangko” atau dalam bahasa Indonesia disebut tumbuhan mayana,
kemudian di panggang. Makanan ini pun banyak digemari oleh masyarakat setempat.
Di Tana Toraja adapula jenis-jenis seni tradisional misalnya
tari-tarian seperti, Tarian Ma’gellu’, Tarian Ondo Samalele, Tarian Burake,
Tarian Dao Bulan, Tarian Ma’dandan, Tarian Manimbong, Tarian Manganda’, Tarian
Pa’bondesa, Tarian Memanna, Tarian Ma’badong, Tarian Ma’katia, Tarian
Pa’randing, dan Tarian Pa’papanggan. Adapula seni Ma’dondi’ atau pantun
berbalasan.
Musik
tradisional daerah ini pun sangat beragam diantaranya, Passuling (suling),
Pa’pelle’ atau Pa’barrung (sejenis terompet), Pa’bombang atau Pa’bas (musik
bambu), Pa’karombi (dawai yang di sentak), Pa’tulali (bambu kecil), dan
Pa’geso-geso (dawai yang di gesek).
Selain tarian dan musik tradisional adapula
kerajinan-kerajian khas Toraja diantaranya, kerajian tenun Toraja yang sangat
terkenal di daerah Sa’dan, Rongkong Mamasa, dan Simbuang (Toraja Barat). Bahan
dasar untuk tenunan ini adalah kain yang ditenun dari benang dan kapas yang
dipintal secara tradisional. Bahan pewarnanya pun berasal dari alam yaitu
pelepah (pa’pak), biji serta daun-daun jenis tanaman tradisional tertentu.
Tenunan Toraja telah banyak digunakan sebagai pakaian adat pada acara-acara
besar seperti Rambu Tuka’ ataupun pada acara Festival Budaya Toraja.
Selain
tenun adapula kerajinan merangkai manik-manik dan kerajianan membuat perhiasan
tradisional dari bahan emas dan perak yang menghasilkan aksesoris dan bahan
dekorasi seperti Kandaure, Sokkong Bayu, Ambero,Sa’pi’, dan Komba. Dari bahan emas dan perak menghasilkan Gayang
Bulaan (keris emas), Rara’ (kalung emas), Lola’ (gelang emas), Sissin (cincin),
Tida-tida (anting-anting dari emas) dan Manik Kata (kalung).
Di Tana Toraja sendiri terdapat banyak objek wisata yang
menarik, salah satu objek wisata yang paling menarik ialah pemakaman alam
purba, seperti Ke’te’ Kesu’, Londa, kuburan bayi/ Passilliran Mangunda’pa
Kambira, Bori Kalimbuang, Lemo Buntang, To’tarra’, Lo’ko Mata, Liang Tondon,
Pala’tokke, Pongtimban serta banyak lagi.
Di daerah ini kita pun dapat melakukan olahraga yang
menantang adrenalin seperti Rafting atau arung jeram, yang dapat kita nikmati
di kecamatan Rinding Allo yang mempunyai sungai yang airnya deras dan di
selingi batu-batu yang besar serta sepanjang tepian sungai dari hulu ke hilir diselimuti
hutan alam yang asli dan lebat. Sangat asyik dan menarik serta menantang
mencoba arung jeram ini.
Tidak salah orang menyebut Tana Toraja sebagai surga kedua.
Dengan begitu banyak keunikan daerah ini kita sebagai
pemuda-pemudi Tana Toraja mesti bangga dengan warisan budaya yang begitu indah
dan menarik ini.
Daerah ini begitu sangat memiliki potensi dalam hal
pariwisata. Tidak salah bila kita harus menjaga dan mempertahankan warisan
budaya leluhur kita ini serta hendak memperkenalkan Tana Toraja pada dunia
luar.
Keunikan, kekreatifan, serta keramahan masyarakatnya menjadi
salah satu pertimbangan banyaknya wisatawan yang hendak lalu lalang di “Tondok
Lepongan Bulan Tana Matari’ Allo” ini.
“Talendu’ Opa”
Kurre
Sumanga’ Pole Paraya.
mana brosurnya bisnismu disini
BalasHapushttp://pemprogramannvb-vb.blogspot.com/
BalasHapusntar boss, ndg sempat pi
BalasHapusndg ada scanQ